Unismuh dan Kesederhanaan

Oleh: Amir Muhiddin dan Abdul Mahsyar (Dosen Fisip Unismuh Makassar)

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar saat ini sedang berulang tahun yang ke 59  (19 Juni Tahun 1963-2022).

Usia Unismuh sudah tua dibanding dengan perguruan tinggi swasta lain yang ada di Sulawesi Selatan, bahkan di Indonesia Timur.

Tahun kelahirannya menunjukkan bahwa pendiri perguran tinggi ini adalah termasuk generasi baby boom yang belum tersentuh dengan revolusi industri 4.0 sebagaimana generasi Y atau generasi Z yang sering disebut sebagai generasi milenial.

Generasi baby boom yang lahir tahun 1946-1964, meskipun sudah sebagian diterpah oleh revolusi peradaban   gelombang kedua yang disebut oleh Alvin Toffler (1928) sebagai revolusi komunikasi dan informasi, tetapi belum sehebat dengan yang dialami oleh generasi milenial yang penuh dengan produk otomasi, digital dan kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Universitas Muhammadiyah Makassar lahir dan eksis diantara dua generasi dan dua peradaban itu, dan memiliki karakter yang berbeda.

Generasi baby boom adalah generasi yang kurang, dari aspek sumber daya manusia (human resouces), sumber daya keuangan (capital resources), peralatan (mesin), dan tentu saja infrasturuktur pendukung seperti kampus dan laboratorium yang refresentatif.

Generasi milenial adalah generasi penikmat, SDM sudah mamadai, keuangan sudah cukup, kampus dan labotatorium sudah mantap.

Dua generasi ini sebagian masih sempat bertemu di Unismuh, mereka seperti bersaudara, lahir dari rahim yang sama, layaknya adik kakak.

Namun ada yang berbeda, terutama dalam metode dan pola kerja, perbedaan ini dipengaruhi sangat oleh penguasaan teknologi, baik itu dalam urusan pembelajaran, administrasi dan human relation.

Meski demikian ada yang sama, terutama dalam pola dan gaya hidup (life style), bahwa dua generasi ini masih tetap mempertahankan hidup dalam “kesederhanaan”. Inilah ciri khas kader Muhammadiyah yang diwariskan para pendahulu dan pendiri Muhammadiyah.

Kalau kita melihat dan memperhatikan Unismuh Makassar,  kampusnya yang mewah, gedung Iqra berlantai 17,  gedung muktamar yang mentereng, ruang kuliah dan laboratorium yang refresentatif, serta ribuan mahasiswa, maka orang membayangkan bahwa pejabat-pejabatnya, mulai dari rektor, wakil rektor para dekan dan jajarannya ke bawah sudah memiliki, mobil dinas dan rumah jabatan yang mewah.

Tapi apa yang terjadi ?, ternyata tidak demikian. Mereka yang disebut pejabat itu ternyata, hidupnya sangat sederhana. Kendaraannya serba murah, tidak seperti kampus-kampus lain atau pejabat-pejabat pemerintah yang serba mewah.

Kalau tidak percaya, datang saja ke kampus Unismuh dan perhatikan tempat parkir mobil para pejabatnya, disitu anda akan melihat deretan mobil yang sangat sederhana, bahkan setingkat dekan pun tidak punya mobil dinas, jadi tidak sedikit dekan yang hanya mengendarai mobil peribadi, itu pun tidak bermerek.

Dari mana hidup penuh kesederhanaan ini berasal ?, jawabannya dari pendahulunya, misalnya, AR Fachuddin Pimpinan Pusat Muhammadiyah (1974-1990) namanya kesohor sebagai pemimpin dan ulama penuh kesederhanaan, ia menjalani hidup dan mengurus organisasi besar seperti Muhammadiyah dengan menggunakan sepeda motor butut Yamaha berwara merah kusam, motor itu juga sering digunakan oleh Putra-putrinya yang masih tinggal bersama saat itu –Mas Fauzi, yang mahasiswa Kedokteran UGM, dan Mbak Was, yang mahasiswi Fisipol UGM, Motor butut itu juga sering dipakai AR berboncenga dengan istirnya ke berbagai pertemuan.

Hidup sederhana juga diperlihatkan oleh Buya Safii Maarif, bahkan seringkali Buya harus naik kereta sendiri, meskipun usianya lebih 80 tahun, dia tidak senang dijemput dan merepotkan orang lain meskipun itu diundang khusus untuk membawakan acara, bahkan kalau toh naik mobil peribadi, dia hanya nyetir sendiri. Saat memberi testimoni atas kematian Buya, Gus Mus tokoh dan ulama kharismatik NU itu mengemukakan bahwa Safii Maarif adalah sosok manusia yang luar biasa, beliau pemberani, dan tidak pernah takut, termasuk tidak takut disebut miskin, idak takut disebut tak punya harta dan sebagainya.

Di Sulawesi Selatan, nama KH Jamaluddin Amin juga disebut-sebut sebagai pemimpin Muhammadiyah yang bersahaja penuh dengan kesederhanaan, rumahnya di Jalan Talassalapang bukan saja sangat sederhana, bahkan sering kebanjiran ketika musim hujan tiba.

Nama-nama pimpinan pusat dan wilayah yang disebut di atas, hanya sebagian kecil dari sekian nama-nama besar pimpinan Muhammadiyah, termasuk di Unismuh Makassar yang hidupnya bersahaja dan penuh kesederhanaan.

Inilah ciri khas Unismuh dan kader Muhammadiyah pada umumnya.Pertanyaannya, darimana hidup bersahanya dan penuh kesederhaan ini berasal ?, jawabnya sekali lagi, dari pendahulunya.

Pendiri Muhammadiyah KH. Achmad Dahlan mengatakan bahwa “Warga Muhammadiyah tidak mencari kehidupan dalam Perserikatan Muhammadiyah, tetapi senantiasa menghidup-hidupi Muhammadiyah”.

Menjadilah dokter, sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah, jadilah master, insinyur, dan (profesional), lalu kembalilah ke Muhammadiyah sesudah itu.

Beberapa pernyataan pendiri Muhammadiyah di atas, mengandung nilai sekaligus menjadi penuntun dan pengendali bagi kadernya dalam melaksanakan amal usaha Muhammadiyah yang secara normatif dituntut untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam serta melaksanakan dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Tajdid.

Selamat kepada warga Muhammadiyah, khususnya  Unismuh Makakssar  yang hari ini berulangtahun ke 59, semoga hidup dalam kesederhanaan tetap terjaga dan memberi keteladanan, khususnya bagi pemerintah dalam membangun bangsa yang Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Semoga. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Unismuh dan Kesederhanaan, https://makassar.tribunnews.com/2022/06/20/unismuh-dan-kesederhanaan.